Senin, 03 Desember 2012

MEMBANGUN KARAKTER DALAM UN


MEMBANGUN KARAKTER DALAM UN

Ujian Nasional atau yang lebih dikenal dengan singkatan UN merupakan sebuah agenda rutin tahunan yang diadakan pemerintah melalui Direktorat Pendidikan. UN dilaksanakan sebagai salah satu syarat kelulusan yang harus dilewati para siswa di kelas akhir pada masing-masing jenjeng pendidikan, baik SD, SMP maupun SMA. Saat ini UN ibarat “buah simalakama”, sehingga mau tidak mau setiap siswa yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi harus menklukkan Ujian Nasional ini. Ujian Nasioanl seolah menjadi dewa penentu masa depan para siswa, kerja keras belajar selama 6 tahun ataupun 3 tahun hanya ditentukan ujian selama beberapa hari saja.
Apakah UN benar-benar adil jika dijadikan tolak ukur keberhasilan siswa dalam studinya? Ujian Nasional terbukti mampu mengadakan sesuatu yang tadinya tidak ada dan mampu menghilangkan sesuatu yang sebelumnya ada. Demi mendapatkan tulisan “LULUS” pada ijazah dan akreditasi baik untuk sekolahnya, segenap usaha pun dilakukan, tidak ketinggalan waktu dan materi pun dikorbankan oleh semua pihak, mulai dari siswa, guru hingga orang tua siswa itu sendiri.
Dari segi siswa sendiri, siswa dituntut harus bisa menguasai seluruh materi yang akan diujikan. UN mampu memaksa siswa yang tadinya antipati dengan buku pelajaran berubah menjadi berkawan dengan buku,.akan tetapi ada perasaan takut dan tertekan dibalik sikap rajin belajar mereka. UN tetaplah menjadi suatu momok yang menakutkan, sehingga mereka belajar dengan perasaan was-was dibayang-bayangi kata-kata “TIDAK LULUS”, hal ini berakibat pada orientasi belajar mereka yang hanya mengjar kata “LULUS”. Akibat yang lebih memprihtinkan yaitu bila sang murid melakukan tindakan nekad dengan membuat contekan atau bahkan berusaha mencari bocoran kunci jawaban, baik itu dari teman maupun dari pihak yang sengaja mencari keuntungan dari keadaan ini. Mereka rela mengeluarkan uang dalam jumlah yang cukup besar hanya untuk kunci jawaban yang tidak dapat dijamin kebenarannya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan, betapa ujian nasional secara tidak langsung membentuk moral generasi penerus kita menjadi hancur. Ujian nasional yang seharusnya menjadi ajang evaluasi yang penuh dengan kejujuran dan nilai agung lainnya harus tercoreng karena banyaknya praktek-praktek yang menyimpang di dalamnya.
Guru yang bertindak sebagai orang tua di sekolah pun tak kalah sibuk mempersiapkan ujian nasional yang akan dijelang para siswanya. Guru harus membelajarkan mateeri ujian nasional dengan begitu keras hingga terkadang materi mata pelajaran non Ujian Nasional terabaikan. Pemadatan jadwal pembelajaran dan pemberian jam tambahan di pagi dan sore hari pun mati-matian dilakukan agar para siswa benar-benar menguasai materi Ujian Nasional. Di waktu yang semakin mendekati Ujian Nasional, terkadang siswa hanya diberi cara-cara pintas untuk menyelesaikan suatu soal saja. Guru lupa bahwa bukan hanya kata “bisa” yang harus dicapai siswanya, tetapi yang terpenting justru proses pemahaman siswa itu sendiri. Semua ini dilakukan agar semua siswa yang diajar lulus, daan guru terhindar dari cap “guru yang gagal” bila ada siswa yang diajarnya yang tidak lulus. Namun terlepas dari ssemua sisi negatif yang ditimbulkan,dengan adanya Ujian Nasional ini membuat guru menjadi lebih bergairah untuk mengajar, karena tidak hanya tanggung jawab profesi yang diembannya tetapi juga harga diri sebagai seorang guru dipertaruhkan.
Selain itu, orang tua pun menjadi pihak yang ikut terlibat dalam usaha persiapan Ujian Nasiona. Kebanyakan dari orang tua siswa tidak keberatan dengan adanya jam tambahan yang diberikan oleh pihak sekolah sebagai upaya mneghadapi Ujian Nasional, karena mereka pun menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan banyak dari orang tua siswa yang belum merasa cukup puas dengan fasilitas yang diberikan sekolah sehingga mereka memasukan anak-anaknya pada lembaga bimbingan belajar non formal yang sudah cukup mempunyai nama dan dipandang cukup berkompeten dibidangnya. Namun ada juga orang tua yang justru berusaha mencarikan kunci jawaban bagi anak-anaknya, dan rela mengeluarkan uang yang jumlahnya tentu tidak sedikit.
Terlepas dari semua sisi positif maupun negatif yang ada pada Ujian Nasioanal, pemerintah sebaiknya mampu bersikap lebih bijak lagi terhadap Ujian Nasional. Kurang adil rasanya apabila kerja keras menempuh studi selama bertahun-tahun hanya ditentukan dengan ujian yang hanya berlangsung selama beberapa hari saja. Banyak sekali hal insidental yang tidak mampu kita ramalkan kejadiannya, misalnya siswa yang cerdas dalam kesehariannya namun saat Ujian Nasional sedang sakit sehingga tidak dapat mengikuti Ujian dengan baik. Atau siswa yang berprestasi dalam bidang olahraga tetapi mempunyai kemampuan akademik yang kurang harus mendapati kenyataan pahit karena Ujian nasionalnya gagal, dan masih banyak hal yang lain. Oleh karena itu, Ujian Nasional hendaknya mampu memadukan segala aspek kemampuan siswa, baik di bidang akademik maupun non akademik dengan tetap memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga diharapkan Ujian Nasional mampu menjadi sebuah tolak ukur keberhasilan suatu proses pendidikan sekaligus sebagai ajang internalisasi pendidikan karakter tidak hanya bagi siswa, tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.


Dimuat di Jawa Pos, Kamis 19 April 2012. Alhamdulilah, semangat2 ^_^
-eka_rahmawati- (03122012, 11:48)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar