MEMBANGUN KARAKTER DALAM UN
Ujian
Nasional atau yang lebih dikenal dengan singkatan UN merupakan sebuah agenda
rutin tahunan yang diadakan pemerintah melalui Direktorat Pendidikan. UN
dilaksanakan sebagai salah satu syarat kelulusan yang harus dilewati para siswa
di kelas akhir pada masing-masing jenjeng pendidikan, baik SD, SMP maupun SMA.
Saat ini UN ibarat “buah simalakama”, sehingga mau tidak mau setiap siswa yang
ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi harus menklukkan Ujian
Nasional ini. Ujian Nasioanl seolah menjadi dewa penentu masa depan para siswa,
kerja keras belajar selama 6 tahun ataupun 3 tahun hanya ditentukan ujian
selama beberapa hari saja.
Apakah
UN benar-benar adil jika dijadikan tolak ukur keberhasilan siswa dalam studinya?
Ujian Nasional terbukti mampu mengadakan sesuatu yang tadinya tidak ada dan
mampu menghilangkan sesuatu yang sebelumnya ada. Demi mendapatkan tulisan
“LULUS” pada ijazah dan akreditasi baik untuk sekolahnya, segenap usaha pun
dilakukan, tidak ketinggalan waktu dan materi pun dikorbankan oleh semua pihak,
mulai dari siswa, guru hingga orang tua siswa itu sendiri.
Dari
segi siswa sendiri, siswa dituntut harus bisa menguasai seluruh materi yang
akan diujikan. UN mampu memaksa siswa yang tadinya antipati dengan buku
pelajaran berubah menjadi berkawan dengan buku,.akan tetapi ada perasaan takut
dan tertekan dibalik sikap rajin belajar mereka. UN tetaplah menjadi suatu
momok yang menakutkan, sehingga mereka belajar dengan perasaan was-was
dibayang-bayangi kata-kata “TIDAK LULUS”, hal ini berakibat pada orientasi
belajar mereka yang hanya mengjar kata “LULUS”. Akibat yang lebih memprihtinkan
yaitu bila sang murid melakukan tindakan nekad dengan membuat contekan atau
bahkan berusaha mencari bocoran kunci jawaban, baik itu dari teman maupun dari
pihak yang sengaja mencari keuntungan dari keadaan ini. Mereka rela
mengeluarkan uang dalam jumlah yang cukup besar hanya untuk kunci jawaban yang
tidak dapat dijamin kebenarannya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan, betapa
ujian nasional secara tidak langsung membentuk moral generasi penerus kita
menjadi hancur. Ujian nasional yang seharusnya menjadi ajang evaluasi yang
penuh dengan kejujuran dan nilai agung lainnya harus tercoreng karena banyaknya
praktek-praktek yang menyimpang di dalamnya.
Guru
yang bertindak sebagai orang tua di sekolah pun tak kalah sibuk mempersiapkan
ujian nasional yang akan dijelang para siswanya. Guru harus membelajarkan
mateeri ujian nasional dengan begitu keras hingga terkadang materi mata
pelajaran non Ujian Nasional terabaikan. Pemadatan jadwal pembelajaran dan
pemberian jam tambahan di pagi dan sore hari pun mati-matian dilakukan agar
para siswa benar-benar menguasai materi Ujian Nasional. Di waktu yang semakin
mendekati Ujian Nasional, terkadang siswa hanya diberi cara-cara pintas untuk
menyelesaikan suatu soal saja. Guru lupa bahwa bukan hanya kata “bisa” yang
harus dicapai siswanya, tetapi yang terpenting justru proses pemahaman siswa
itu sendiri. Semua ini dilakukan agar semua siswa yang diajar lulus, daan guru
terhindar dari cap “guru yang gagal” bila ada siswa yang diajarnya yang tidak
lulus. Namun terlepas dari ssemua sisi negatif yang ditimbulkan,dengan adanya
Ujian Nasional ini membuat guru menjadi lebih bergairah untuk mengajar, karena
tidak hanya tanggung jawab profesi yang diembannya tetapi juga harga diri sebagai
seorang guru dipertaruhkan.
Selain
itu, orang tua pun menjadi pihak yang ikut terlibat dalam usaha persiapan Ujian
Nasiona. Kebanyakan dari orang tua siswa tidak keberatan dengan adanya jam
tambahan yang diberikan oleh pihak sekolah sebagai upaya mneghadapi Ujian
Nasional, karena mereka pun menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan
banyak dari orang tua siswa yang belum merasa cukup puas dengan fasilitas yang
diberikan sekolah sehingga mereka memasukan anak-anaknya pada lembaga bimbingan
belajar non formal yang sudah cukup mempunyai nama dan dipandang cukup
berkompeten dibidangnya. Namun ada juga orang tua yang justru berusaha
mencarikan kunci jawaban bagi anak-anaknya, dan rela mengeluarkan uang yang
jumlahnya tentu tidak sedikit.
Terlepas
dari semua sisi positif maupun negatif yang ada pada Ujian Nasioanal,
pemerintah sebaiknya mampu bersikap lebih bijak lagi terhadap Ujian Nasional. Kurang
adil rasanya apabila kerja keras menempuh studi selama bertahun-tahun hanya
ditentukan dengan ujian yang hanya berlangsung selama beberapa hari saja.
Banyak sekali hal insidental yang tidak mampu kita ramalkan kejadiannya,
misalnya siswa yang cerdas dalam kesehariannya namun saat Ujian Nasional sedang
sakit sehingga tidak dapat mengikuti Ujian dengan baik. Atau siswa yang
berprestasi dalam bidang olahraga tetapi mempunyai kemampuan akademik yang
kurang harus mendapati kenyataan pahit karena Ujian nasionalnya gagal, dan
masih banyak hal yang lain. Oleh karena itu, Ujian Nasional hendaknya mampu
memadukan segala aspek kemampuan siswa, baik di bidang akademik maupun non akademik
dengan tetap memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga
diharapkan Ujian Nasional mampu menjadi sebuah tolak ukur keberhasilan suatu
proses pendidikan sekaligus sebagai ajang internalisasi pendidikan karakter
tidak hanya bagi siswa, tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Dimuat di Jawa Pos, Kamis 19 April 2012. Alhamdulilah,
semangat2 ^_^
-eka_rahmawati- (03122012, 11:48)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar